Pages

FAQ tentang Sekolah Echo

Friday, July 6, 2018

Selamat hari Jumat!

Tadi pagi gue berangkat ke kantor rada telat...lagi-lagi, karena laki gue lama banget di kamar mandi. Ngga tau tuh, ngapain. Mungkin dia luluran atau mandi susu dulu, zzz. Gue pun udah menyiapkan mental untuk dateng telat ke kantor. Eeeh, ngga taunya jalanan kosong dong! Gue nyampe di kantor juga masih tergolong cepet dan masih dapet parkiran pe-we di kantor. Alhamduuu??? Lillaaaah...


Btw, konon katanya, jalanan yang masih bersahabat akhir-akhir ini adalah efek dari anak sekolah yang masih liburan. Iya juga, ya. Gue jadi inget Echo yang masih libur dan baru masuk tanggal 18 Juli nanti. Huhuhu, why lama beneeerrr liburnya sementara mama masih harus bayar uang bulanan

*kray*

Ngomongin sekolah anak, gue jadi inget di awal-awal nyekolahin Echo, gue sering dapet pertanyaan, "apa ngga kecepetan, nyekolahin anak di umur segini?". Fyi, gue mulai nyekolahin Echo di umur 2 tahun 2 bulan. Yang mana, Alhamdulillah, gue ngga pernah nyeselin keputusan gue untuk nyekolahin dia karena gue ngeliat banyak efek positif dari sekolahnya Echo selama ini.


Jadi, di postingan ini, gue akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang pernah gue terima terkait sekolahnya Echo. Semoga bisa membantu para buibu yang lagi galau tentang sekolah anak yaa...


"Emangnya anak sekecil itu perlu disekolahin ya?"


Gambar terkait


Kalau menurut psikolog anak, periode golden age itu bukan hanya periode emas untuk tumbuh kembang fisik anak, tapi juga tumbuh kembang kognitif, bahasa, serta sosio-emosionalnya. Oke, orang tua adalah faktor terbesar yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tapi tentunya, ada banyak faktor lain pastinya. Salah satunya adalah faktor lingkungan. 

Gue sangat percaya pengasuhan Echo ke cus dan mbak. Tapi, tentu aja ada hal yang ngga bisa begitu aja gue pasrahkan ke mereka, salah satunya adalah pendidikannya Echo. Soalnya mereka terlalu lunak, cyin, ke Echo. Anaknya mau minta apa, yang tadinya ngga dikasih, eeeeeh, begitu nangis dikit langsung dikasih. Boro-borooo, mau ngedidik, ya ngga? Thus, I need professional's help, yang dalam hal ini adalah institusi pendidikan alias sekolah.

Kalo sekolah kan memang kita bayar untuk menghandle pendidikan anak. Jadi mereka pastinya akan punya rasa tanggung jawab terhadap kemajuan bocah di bidang akademis. Sementara, cus dan mbak yang penting anak mau makan, mau mandi, mau tidur, sama main. Walau gue tetep nitip ke mereka untuk nyelipin unsur edukatif di keseharian Echo, misalnya belajar mewarnai, mainan puzzle, dll, tapi ya tetep beda lah ya. If you know what I mean.


"Gimana proses pencarian dan penentuan sekolahnya Echo?"

Hasil gambar untuk search school gif


Perjalanan gue mencari sekolah Echo cukup panjang. Mulai dari survey di internet, survey ke tetangga dan temen, sampe survey langsung on the spot. Long story shorted, gue dan suami akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan Echo di Kinderfield Margonda.

Untuk survey sekolah, kapan-kapan gue akan tulis ya...kalo ngga males, hihihi.


"Mahal ngga, sekolahnya Echo?"

Hasil gambar untuk money gif


Mahal atau ngga, itu sangat relatif menurt gue. Mahal buat gue, belom tentu mahal buat ngana, dan juga sebaliknya. Tapi, mengutip kata-kata emak dan bapak gue: ngga ada istilah 'terlalu mahal' untuk pendidikan yang bagus. Kalau kamu sekali ngemol bisa abis sejuta-dua juta, masa ngga mau ngeluarin uang ekstra untuk pendidikan anakmu?

#JLEB

...apalagi kamu kerja buat anak, kan? Atau cuma buat foya-foya doang?

#JLEB (2)

Btw, anak gue satu sekolahan sama anaknya Ayu Ting Ting lho! #penting

Oke, balik lagi ke biaya.

Di Kinderfield Depok, ada beberapa jenis biaya yang harus kita keluarkan. Yang pertama, uang pangkal. Waktu itu gue mengeluarkan kurang lebih 17.5 juta untuk uang pangkal ini. Uang pangkal ini berlaku selama anak kita bersekolah di tingkat Kiddy (Preschool) dan Kindergarten (TK). So, gue baru akan mengeluarkan uang pangkal lagi pas Echo masuk SD.

Biaya yang kedua adalah books and activities, sebesar 1.5 juta (kalo ngga salah) yang dibayarkan per-tiga bulan. Biaya ini sudah termasuk biaya untuk field trip yang rutin diadakan setiap 3 bulan. Ohya, untuk biaya field trip sudah termasuk biaya untuk satu orang pendamping, lho. Jadi, kalau pas field trip anak hanya akan didampingi satu orang pendamping, kita tidak perlu mengeluarkan biaya lagi. Kita baru bayar lagi kalau mau ada pendamping tambahan.

Biaya yang ketiga adalah uang bulanan, sebesar 1.25 juta perbulan (again, kalo ngga salah). Ini sih semacem SPP bulanan aja ya. Yang tetep dibayarkan walaupun anak lagi liburan, huhuhu.


"Sekarang Echo udah tingkat berapa?"

Hasil gambar untuk parent school gif


Echo pertama kali masuk di kelas Kiddy 1, yang diperuntukkan untuk anak usia 18 bulan sampai 3 tahun. Walaupun judulnya sekolah, tapi kenyataannya, aktivitas hariannya masih didominasi 'main-main' banget. Ya, main-main yang edukatif, ding. Frekuensinya juga hanya tiga kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat) dengan durasi selama dua jam perharinya. Yang mana masih sangat acceptable untuk anak usia 18 bulan - 3 tahun, menurut gue.

Sekarang udah masuk taun ajaran baru. Echo udah naik kelas ke Kiddy 2. Walaupun umurnya belum 3 tahun, tapi kalau sudah pernah ikut Kiddy 1 selama satu tahun, bocah udah boleh naik ke Kiddy 2.

"Apa yang disuka dari sekolah Echo?"

Hasil gambar untuk why school gif


Yang pertama, ofkors, kurikulum alias program sekolahnya. Kurikulumnya mendidik, tapi ngga terlalu berat dan masih kental banget sama main-main. Contohnya, anak akan dikenalkan dengan warna melalui aktivitas langsung seperti mewarnai dan melukis. Waktu itu juga pernah bocah-bocah belajar tentang transportasi secara langsung. Mereka ke parkiran dan pinggir jalan (tentunya dengan pengawasan ketat dari miss dan security) untuk melihat jenis-jenis transportasi yang ada. Menurut gue, metode itu fun banget buat anak dan gampang nyantol di otak anak.

Gue juga sangat suka dengan para staff sekolahnya, dari miss, principal, petugas admin, petugas kebersihan, sampai security. Mereka semua sangat helpful, ramah, akomodatif, komunikatif, dan sangat concern dengan wellbeing anak. 

Untuk miss-nya sendiri ada tiga orang dalam satu kelas yang berisi sekitar 15 anak. Jadi, setiap miss akan menghandle kurang lebih lima anak. Yang mana rasionya masih sangat oke buat gue. Setiap miss ini seperti wali kelas untuk anak, walaupun ketiga miss itu saling membantu satu sama lain di dalam kelas, dan juga ngga jarang memegang anak yang bukan 'pegangannya'.

Di Kinderfield juga ada weekly report yang rutin diterima setiap hari Rabu. Dari weekly report itu, kita bisa tau apa saja yang dipelajari oleh anak dalam minggu itu. Biasanya sih, setiap minggu temanya beda-beda. Ada tema transportasi, musim, pakaian, dll. Lewat weekly report itu juga kita bisa berkomunikasi dengan miss melalui kolom komentar. 

Selain weekly report, ada juga report yang dibagikan setiap tiga bulan bersama dengan pertemuan antara miss dan orang tua murid. Sesi itu seperti sesi bagi rapot pada umumnya, tapi lebih private. Setiap orang tua murid akan bertemu dengan miss selama sekitar 15 menit, di mana miss akan menjelaskan perkembangan anak dan orang tua murid bisa bertanya tentang anak, aktivitas, dan perkembangannya selama di sekolah.

Kita, para orang tua murid, juga punya whatssapp group dengan para miss. Yang, ofkors, sangat membantu kita buat selalu update tentang keseharian anak di sekolah. Terutama buat gue ya, emak-emak bekerja yang jarang anter anak ke sekolah, huhuhu.

Gue juga suka sama para buibu temen sekolahnya Echo. Yang mana, kita juga punya whatsapp group lagi yang ngga ada para miss, hehehe. Tentang para buibu ini pernah gue tulis ya di post sebelumnya.

(Baca: Para Macan Ternak)

Yang juga gue sreg dari Kinderfield adalah lokasi dan bangunan sekolahnya. Lokasinya di Jalan Margonda Raya, yang mana di pinggir jalan, jadi sangat strategis dan gampang dicari. Lokasi parkirannya juga luas. Untuk bangunan juga masih tergolong baru dan masih bagus banget. Di Kinderfield Margonda ini juga ada lapangan dan playground yang cukup luas dan lengkap.

Ohya, jarak dari rumah ke sekolah juga relatif masih dekat. Jarak ngga nyampe 3 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 15 - 20 menit (kalau macet). Masih reasonable banget buat bocah.

Untuk masalah keamanan anak, gue selama ini ngga ada concern. Security selalu stand by di depan pager sekolah. Hanya penjemput yang terdaftar yang bisa masuk ke lingkungan sekolah dan menjemput anak.


"Apakah Echo langsung bisa menikmati waktunya di sekolah?"

Hasil gambar untuk parent school gif


Don't worry, beybeh. Anak gue nangis full selama 3 minggu pertama sekolah. Huahahaha. Kata miss dan principal-nya sih, itu wajar banget. Namanya juga anak adaptasi, dari lingkungan rumah yang cuma ada papa-mama-cus-mbak, jadi banyak bocah-bocah lain dan orang-orang dewasa yang ngga dia kenal. Tinggal orang tuanya harus menguatkan hati buat nerima kalau emang anak kita butuh waktu untuk adaptasi.

Intinya, kalo anaknya nangis, jangan buru-buru ngejudge kalo anaknya ngga betah di sekolah. Kasih waktu anaknya untuk adaptasi. Nanti juga kalo udah kebisa, anaknya asik sendiri.


"Apa aja efek positif yang gue rasain setelah Echo sekolah?"

Hasil gambar untuk why school gif


Yang pertama, Echo jadi bisa lebih 'bergaul' dengan temen-temen sebayanya. Gue dan suami kan kerja, full time, Senen sampai Jumat dari pagi sampai sore. Pulang rumah, pasti udah lewat Maghrib. Yang berarti, sehari-hari Echo hanya bergaul sama cus dan mbak di rumah. Iya sih, kalau pagi dan sore Echo main di sekitar rumah. Tapi ya cuman begitu aja. Main sepeda sebentar atau main di rumah temennya sebentar, abis itu pulang lagi ke rumah. 

Di sekolah, Echo jadi lebih bisa mengenal temen sebayanya. Dia juga terlihat menikmati waktu sama temen-temennya. Gue tau dari Echo yang biasanya cerita tadi dia ngapain aja di sekolah dan mainnya sama siapa aja.

Yang kedua, Echo jadi belajar rutinitas. Kalo dia di rumah kan, keseharian dia ya terserah dia atau cus/mbak. Mau bangun jam berapa, monggo. Mau mandi jam berapa, monggo. Mau makan, ngemil, main, nonton, semua bebassss merdeka kaga ada yang ngatur. Tapi dengan sekolah, Echo mulai belajar tertib sama rutinitas. Dia harus bangun paling lambat jam 6.30, mandi, makan, dan siap-siap berangkat ke sekolah paling lambat jam 7.15. Di sekolah juga ada waktunya untuk berbaris, nyanyi, istirahat, makan cemilan, dan belajar. Pulang dari sekolah juga biasanya Echo capek dan tidurnya cepet. Thus, waktu tidur siangnya dia juga lebih teratur.

Yang ketiga, Echo jadi lebih mandiri. Sebelumnya, dia mau apa-apa kan tinggal manggil cus/mbak. Sementara, di sekolah ini Echo diajarin buat mulai melakukan aktivitas dengan mandiri. Ngga usah susah-susah, belajar untuk nusuk sedotan di susu kotak aja sekarang udah bisa sendiri. Ambil tissue, udah bisa sendiri. Remeh, tapi itu progress yang bikin gue ngerasa bangga.


"Jadi, apakah anak HARUS disekolahkan?"

Hasil gambar untuk parent school gif


Menurut gue, balik ke anak dan orang tuanya masing-masing, ya. Untuk anak usia dini yang memang orang tuanya ada di rumah dan bisa mendidik anaknya sendiri, ya mungkin anaknya ngga harus disekolahkan. Kalau orang tuanya di rumah, tapi emang ada kesibukan lain dan mungkin kurang bisa handle pendidikan anaknya, ya monggo. Kalau orang tuanya ngga di rumah, tapi ada eyang atau yang ngejaga bisa handle pendidikan anaknya, ya monggo.

Pilihannya balik lagi ke kalian, buibu. Ngga ada yang lebih bener antara disekolahin atau ngga.

Kalau anaknya belum mau disekolahin, ya mungkin aktivitas di rumah diperbanyak aja. Terutama yang edukatif. Banyak kok sekarang aktivitas edukatif anak yang ala DIY-DIY gitu. Selain itu, anaknya mesti banyak-banyak bergaul sama temen sebayanya di lingkungan rumah. Sering-sering main ke tetangga.

Karena gue pribadi ngga sempet bikin aktivitas edukatif (terutama saat weekdays) dan anak gue tipe yang jarang maen ke luar rumah, yaaa preschool masih jadi pilihan.



Wah, udah jam 5, waktunya pulaaaang! #teamtenggogariskeras

Sekian FAQ dari gue. Semoga berfaedah. Bhay!














No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS